Sabtu, 19 Januari 2013

Tugas softskill Bahasa Indonesia


Nama   : Nurul Hasanah
Kelas   : 3EB09
NPM   : 25210215


Topik Artikel : Perkembangan Perbankan Syariah

1.    Definisi Bank Syariah
       1.1     Memahai Pengertian Bank Syariah
1.2     Sejarah Perkembangan Bank Syariah

2.    Prinsip pada Bank Syariah
       2.1     Prinsip jual beli (ba’i)
2.2     Prinsip bagi hasil (syirkah)

3.    Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional
      


1.        Definisi Bank Syariah
1.1  Pengertian Bank Syariah

Pengertian bank syariah atau bisa dikenal dengan bank islam mempunyai sistem operasi di mana ia tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga ini, bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.  

1.2  Sejarah Perkembangan Bank Syariah

Sejarah bank syariah di Indonesia telah mengalami berbagai tahap perkembangan. Pada dasarnya, bank syariah ini muncul untuk meminimalisir bahkan meniadakan adanya unsur riba dalam dunia perbankan. Sejarah bank syariah mulai ada ketika diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan. Pada waktu itu masih menggunakan istilah “bank bagi hasil” untuk menyebut bank yang berdasarkan prinsip syariah. Sampai pada akhir tahun 1998, jumlah kantor bank syariah secara nasional di Indonesia adalah sebanyak 78 kantor  yang terdiri dari 1 kantor bank umum dan 77 kantor BPR.

       Dalam kurun waktu 1997 hingga saat ini lembaga perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Jumlah bank tumbuh dengan pesat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 UUS, dan 81 BPRS pada akhir Tahun 2001. Jumlah Kantor Cabang dari bank umum syariah dan UUS tumbuh dari 26 menjadi 51.

       Aset perbankan syariah juga tumbuh dengan pesat dari Rp. 479 milyar pada tahun 1998 menjadi Rp. 2.781 milyar pada tahun 2001. Meskipun kontribusinya terhadap total asset perbankan nasional masih relatif kecil (penetrasi asset 0,26%), asset perbankan syariah mampu mencapai pertumbuhan 74 % pertahun selama periode 1998 – 2001. Dana pihak ketiga meningkat dengan cepat dari Rp. 392 milyar menjadi Rp. 1.806 milyar dan rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga hanya turun sedikit 117 % pada tahun 1998 menjadi 113 % tahun 2001. Sampai tahun 2002, industri perbankan syariah memiliki 88 institusi (2 bank umum syariah, 5 bank umum konvensional yang memiliki cabang syariah, dan 81 BPRS) dengan jumlah jaringan kantor sebanyak 136 yang tersebar di 20 propinsi. Hingga akhir tahun 2005, terdapat 3 bank umum syariah dan 16 unit usaha syariah.
    
   Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25 Unit Usaha Syariah. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama. Total aset perbankan syariah per Oktober 2010 mencapai Rp86 trilyun. Kemudian secara kelembagaan, jumlah bank syariah juga mengalami peningkatan. Saat ini, sudah ada 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah, 146 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan jaringan kantor mencapai 1.625 unit. Jaringan perbankan syariah saat ini juga telah menjangkau lebih dari 89 kabupaten atau kota di 33 provinsi.

2.        Prinsip pada Bank Syariah
2.1    Prinsip jual beli (ba’i)

Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dengan prinsip jual beli
·      Murabahah
Akad jual beli dimana bank sebagai sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan, cara pembayaran dengan cicilan.
·      Salam
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Pembayaran dilakukan secara tunai.
·      Istishna
Menyerupai produk salam, namun pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. 

2.2    Prinsip bagi hasil (syirkah)

·      Musyarakah
Kontribusi dari pihak yang bekrja sama dapat berupa dana, barang dagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan property, peralatan, atau intangible asset, dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
·      Mudharabah
Bentuk kerja sama antara dua belah pihak atau lebih. Pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.

3.        Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional

Bank Syariah
·      Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan atau amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran islam.
·      Bank syariah menempatkan karakter atau sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebai sikap dasar hubungan antar nasabah dan bank.
·      Adanya ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan, dan prinsip ketentraman antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
·      Prinsip bagi hasil:
a.       Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
b.      Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan diperoleh.
c.       Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Bank Konvensional
·      Pada bank konvensional, kepentingan dana (deposan) adalah memperolehimbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman. Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja.
·      Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
·       Sistem bunga :
a.         Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung    untuk pihak bank.
b.         Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
c.         Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
d.        Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.
e.         Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.